Sepanjang Hayat Kita

Sepanjang Hayat Kita
Sepanjang Hayat Kita
Mungkin ini sedikit opini, tapi bisa pula jadi bahan refleksi diri. Selamat membaca. Salam hangat dan jabat erat.

Lifelong education, belajar sepanjang hayat. Pendidikan sepanjang hayat adalah sebuah sistem dan konsep pendidikan yang menerangkan keseluruhan peristiwa kegiatan belajar mengajar yang berlangsung dalam keseluruhan kehidupan manusia. Dalam kenyataan hidup dari dahulu, sudah dapat dilihat bahwa hakikatnya orang belajar sepanjang hayat, mulai dari lahir sampai dia tutup usia, sebagaimana sabda Rasulullah SAW. “Tholabul Ilmi Minal Mahdi Ilal Lahdi”. Pendidikan sepanjang hayat menjadi semakin krusial, dan tinggi urgensinya pada saat ini, karena manusia terus menerus menyesuaikan diri agar tetap hidup secara wajar dalam lingkungan masyarakat yang selalu berubah (dinamis). Sepanjang hayatnya manusia dituntut untuk mampu menyesuaikan diri secara aktif, dinamis, kreatif, dan inovatif terhadap diri dan kemajuan zaman. Sisi lain pendidikan sepanjang hayat adalah peluang yang luas bagi seseorang untuk terus belajar agar dapat meraih keadaan kehidupan yang lebih baik. Tulisan ini akan menyinggung tentang bagaimana ‘lebih baik’, tidak hanya soal kehidupan, namun juga sang pelaku kehidupan (manusia).

Bagaimana menjadi manusia yang lebih baik? Tentu dengan menjadi manusia yang bermanfaat. Ini senada dengan apa yang diucapkan Rasulullah, “Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak memberi manfaat bagi orang lain”. (HR.Bukhari Muslim). Hadits ini seakan-akan mengatakan bahwa jikalau ingin mengukur sejauh mana derajat kemuliaan akhlak kita maka ukurlah sejauh mana nilai manfaat diri ini. Mari kita mengambil jeda sejenak, merenungi diri dan berkontemplasi. Sudah sejauh mana kita mampu berkontribusi, dalam hal kebaikan tentunya. Sudahkah kita memiliki kepedulian terhadap sekitar dan bisa membawa pengaruh yang baik? Sebenarnya apa yang menjadi cita-cita tertinggi dalam kehidupan kalau bukan untuk menjadi manusia yang bermanfaat? Bermanfaat untuk agama, bangsa, semesta, dan sesama manusia. Saat ini kita berbicara sebagai seorang mahasiswa yang sering digaungkan sebagai pendekar intelektual dan sebagai pendekar sosial. Mahasiswa mempunyai peran yang signifikan, sebagai agent of change dan social control, peran yang akan menghasilkan manfaat yang lebih besar untuk seluruh umat dan makhluk hidup di muka bumi.

Sebagai kader akademis dan berkualitas insan cita, saya tidak boleh hanya berdiam diri dengan hanya melihat problematika yang ada di sekitar saya, yang membutuhkan solutor sekaligus eksekutor untuk mengatasinya, dalam hal pendidikan misalnya. Perkara ini menuntut saya untuk tidak bersifat pasif dan apatis, maraknya siswa yang mengalami degradasi moral terhadap gurunya, berani melawan hingga membuat sang guru tewas. Seperti kejadian tempo lalu di Sampang, Madura, menjadi pukulan sekaligus PR besar bagi saya dan kita semua. Sebagai calon tenaga pendidik, lulusan Sarjana Pendidikan nantinya, wajib bagi saya untuk bisa memperbaiki bobroknya moral generasi bangsa ini, yang perlu dan wajib kita lakukan adalah evaluasi dan koreksi bersama. Terletak di manakah penyebab kesalahan seperti ini, dan mengapa bisa terjadi, disitulah kita harus bersama-sama menanggulangi.

Adakah yang salah dengan sistem pendidikan di Indonesia? Bagian manakah yang harus dibenahi? Apabila kita melihat fakta lapangan, adanya jarak antara siswa dan guru menjadi main problem dalam dunia pendidikan saat ini. Guru dan siswa harus sanggup membangun suatu kesadaran, kesadaran berbagi kasih dan berbagi ruang. Untuk mewujudkan kesadaran seperti ini, bisa dimulai dengan menjadi manusia yang sadar, manusia yang tidak selalu merasa benar, pun perlu digaris bawahi bahwa harus ada keseimbangan antara aspek spiritual dan intelektual, utamanya dalam kegiatan belajar mengajar.

Disini, saya terdorong untuk memberikan motivasi dan dukungan moril kepada para siswa supaya menjadi generasi-generasi yang hebat, berinovasi dan mampu membawa perubahan lebih baik untuk Indonesia ke depan, saya ingin lebih bermanfaat bagi masyarakat luas demi merawat kesuksesan yang saya raih. Tak sekedar melalui tulisan, tetapi dengan mengambil kesempatan yang ada untuk terjun langsung dengan kemampuan lain yang saya miliki. Saya ingin mengambil peran sebagai seorang pengajar, entah itu seorang guru, dosen, atau tenaga pendidik apa saja yang bisa mentranformasikan wawasan keilmuan yang saya miliki sebagai wujud dedikasi saya kepada agama, bangsa dan negara. Cita-cita saya ingin ikut berperan menciptakan generasi yang sanggup memberi dan mewariskan hal baik bagi dunia. Saya yakin sepuluh tahun ke depan Indonesia akan mempunyai banyak sumber daya manusia berkualitas yang lahir dari didikan positif generasi bangsa saat ini, dengan begitu Indonesia mampu melahirkan banyak sekali golden generation, mampu mewujudkan Indonesia sebagai bangsa yang luhur dan berkarakter. Namun saya sadar, tidak semudah itu untuk mewujudkan mimpi saya, semua perlu tempaan dan usaha, dibarengi keyakinan dan ketekunan, saya butuh belajar dan terus belajar tanpa henti, saya akan belajar sepanjang hayat. Saya juga akan membelajari, membina dan mendidik orang lain dengan bekal pengetahuan yang saya miliki.

Proses Pendidikan (dalam konteks belajar-membelajari) sepanjang hayat berlangsung secara kontinu, dan tidak terbatas oleh waktu seperti pendidikan formal, proses belajar sepanjang hayat tidak hanya dilakukan seorang yang terpelajar, tetapi semua lapisan masyarakat bisa melaksanakannya. Dorongan belajar sepanjang hayat itu terjadi karena dirasakan sebagai kewajiban dan kebutuhan. Oleh karena itu, kita sebagai tonggak peradaban dan khalifah fil ardl tidak boleh berhenti untuk belajar, pantang lelah membantu sesama demi sebuah perubahan yang baik dan besar, berkontribusi dan bersinergi untuk mewujudkan kemaslahatan umat.

Menjadi seseorang yang kehadirannya sangat dirindukan karena dapat memberikan manfaat bagi orang banyak, akan dicintai begitu banyak manusia karena kepeduliannya terhadap sekitar dan bisa membawa pengaruh yang baik. Perilaku kesehariannya lebih banyak diisi oleh kebaikan, ucapannya senantiasa didengar, dan lebih banyak berbuat kebaikan. Jadi, apakah waktu dan kesempatan yang sudah diberi dan dihamparkan oleh Tuhan hanya terbuang untuk bersantai-santai bahkan bermalas-malasan? Atau digunakan dengan hanya menuntut ilmu tetapi tidak dibarengi dengan pengamalan akan ilmu itu sendiri? Mari bersama-sama, menjadi insan yang sanggup menjadi dan memberi manfaat, bukan malah menjadi mudharat dan beban bagi masyarakat. Tetap belajar, belajar sepanjang hayat.


Penulis: Salwa Aisy
Ketua Bidang Pembinaan Anggota
HMI Cabang Malang Komisariat Teknik UM
Periode 1438-1439 H/2017-2018 M

Post a Comment