Sexual Harassment: Diam Atau Lapor?
![]() |
Sexual Harassment: Diam Atau Lapor? |
Bicara tentang penanganan kasus pelecehan seksual, hukum di Indonesia memang terbilang runcing ke bawah. Mulai dari pelaku yang memiliki pengacara sampai relasi yang hebat, tidak menutup kemungkinan beberapa kasus dapat terselesaikan begitu saja. Harus dapat mengumpulkan bukti dengan baik dan juga memiliki advokat atas kasus kita, jangan sampaisw menuntut tanpa persiapan.
Pendidikan avokasi penting untuk dipelajari dalam menangani kasus pelecehan seksual. Berikut beberapa cara mengadvokasi; edukasi diri sendiri, memaafkan diri sendiri, cari tempat untuk bercerita, menulis atau mencatat kejadian, dan melaporkan kepada pihak yang berwajib.
Harus sering mempelajari tentang advokasi pada pelecehan seksual, pendidikan seksual harus diberikan kepada siapapun. Sebagai korban harus mengenali diri, bentuk pelecehan, kemudian memberanikan diri untuk speak up. Diam hanya membuat psikis kita tersiksa. Kita sebagai manusia sebagai ladang untuk mengharmonisan.
Ada sebuah kasus pelecehan seksual dari pengalaman narasumber, namun hal ini baru disampaikan setelah kejadian berlangsung lama. Secara psikologis memang tidak mudah untuk langsung melakukan speak up, rentang waktu yang lama menjadi salah satu hambatan penyelesaian kasus. Saat kita hanya diam, tidak akan ada solusi yang didapat. Apabila mengalami kasus sejenis sebaiknya disampaikan kepada pihak yang menguasai.
Islam mengajarkan kita untuk mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari berbuat kemungkaran, segala hal yang dipandang burk oleh agama di muka bumi harus dicegah. Harus berani untuk speak up, jangan sampai diam karena sudan keharusan kita sebagai umat islam. Dalam melaporkan sebuah kasus pertama kenali dulu bentuk pelecehan yang kita alami, siapkan bukti yang ada. Harus pintar-pintar memahami situasi dan kondisi agar dapat menentukan langkah tepat untuk dilakukan.
Secara tidak langsung kita sudah menganut budaya patriarki, dimana sistem sosial menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan. Bahkan orang-orang menganggap itu adalah hal yang lumrah. Pelecehan verbal yang biasanya dilakukan oleh kaum hawa pun sering kali dianggap hal yang lumrah. Untuk menyikapi hal ini cukup diacuhkan saja, namun jika hal ini terjadi berulang beberapa respon harus diberikan untuk membentengi diri.
Bagaimana dengan tanggapan pelaku yang berbeda-beda? Oleh karena itu, kita harus memahami situasi dan kondisi . Diam adalah cara teraman untuk menghindari hal tersebut, walau mungkin menimbulkan rasa trauma bagi beberapa korban. Hal ini berkaitan dengan sifat egosentris lelaki yang tidak ingin merasa kalah.
Selanjutnya, untuk menyikapi kasus pelecehan seksual di sosial media lebih mudah karena rekam jejaknya jelas. Dan itu tidak masalah kalau memang tujuannya untuk memberikan efek jera, tetapi kembali lagi pada sikap si pelaku. Apalagi kalau sampai membawa nama baik instansi dan pelaku juga.
Setiap orang memiliki peluang menjadi pelaku dan korban tanpa memandang jenis kelamin, umur, pendidikan, budaya, agama. Jangan takut untuk berbicara, pahami kembali apa itu pelecehan seksual dan bagaimana kita bisa menanganinya. Diam bisa menjadi jalan teraman untuk menghindar namun tidak akan menjadi solusi.
Notulensi Kajian HMI MIPA UM