Bersama HMI Wirausaha Menjadi Mudah #4
Di bawah langit senja. Sore itu Ardi seorang pemuda berusia belasan tahun yang baru saja menyelesaikan pendidikannya di sekolah menengah kejuruhan di kotanya. Dia merupakan anak tunggal dari keluarga berkecukupan. Di bawah langit senja, Ardi sedang berada di depan pelataran rumahnya yang cukup luas ada ayunan dari karet ban bekas yang bertali tambang berwarna biru yang disimpulkan ke batang pohon. Ardi sedang duduk bersantai di atas ayunan tersebut.
Ayah Ardi merupakan salah satu peternak ayam yang mensupply daging ayam untuk pasar dekat rumahnya. Namun, Ardi melihat peluang usaha dari limbah bekas pengambilan daging ayam yaitu bulu ayam. Ardi telah beberapa tahun terakhir telah melakukan riset tentang produk yang akan dia ciptakan sebagai produk dari olahan limbah bulu ayam.
Ardi dihadapkan pada sebuah kenyataan dia tidak memiliki modal untuk memulai usaha tersebut. Hingga ia mengikuti seminar-seminar yang menurutnya dapat membantu menyelesaikan permasalahan yang dimilikinya. Akan tetapi, tidak satupun dari seminar tersebut yang membuahkan hasil.
Sambil menghadap matahari yang sedang perlahan terbenam di sebelah barat,
“Coba kalau aku dulu mengambil sekolah di SMA bukan SMK, mungkin aku akan memiliki pengalaman atau ilmu yang lebih mewadahi dengan keadaanku sekarang.”
Gumamnya sambil membuang napas perlahan.
“Kau sebenarnya tak pernah salah dalam mengambil keputusan untuk bersekolah dimanapun, entah itu SMK atau SMA. Entah itu hanya tamatan SD atau SMP. Semuanya akan memberi dampak yang baik terhadap kehidupanmu kelak.”
Jordi, yang dari tadi menguping dari belakang ayunan menjawab gumaman Ardi.
Jordi sebenarnya adalah teman seangkatan Ardi. Namun, jordi memilih untuk tidak meneruskan sekolahnya karena dia ingin fokus bekerja menggantikan ayahnya. Mereka sama-sama mengambil teknik rekayasa perangkat lunak. Jordi memanglah lebih dahulu bekerja akan tetapi dia hanya bekerja sebagai buruh tani menggantikan ayahnya yang sudah berusia lanjut.
Ardi menoleh kaget karena Jordi tiba-tiba datang disampingnya.
“Kau mengagetkanku saja Jor”
“Haha…maaf ya”. Sahut Jordi sambil tersenyum
“Tidak apa, menurutku ucapanmu sangat benar Jor. Tapi, aku hanya bingung tentang modal ataupun ilmu dari mana yang dapat aku cari dan pelajari untuk mengembangkan usaha pengolahan yang mungkin ingin aku dirikan”. Ardi sambil membetulkan duduknya di atas ayunan menjawab perkataan Jordi.
Jordi memaklumi hal tersebut karena selama sekolah Ardi selalu meminta pendapatnya ketika sedang memiliki masalah.
“Sebenarnya modal dan ilmu bukan hanya tentang uang atau financial. Tapi, modal dan ilmu adalah tentang bagaimana niatan dan semangatmu dalam mengembangkan usaha tersebut. Sering orang bilang ‘mulai saja dulu’ kata-kata tersebut dapat kau terapkan karena sebenarnya yang membuat suatu usaha dapat berkembang dengan pesat adalah niat dan semangat itulah sebagai modal dan ilmu utama dalam berusaha”. Jelas Jordi secara tenang dan tegas.
Keesokan hari, Ardi bergegas ke suatu tempat. Sesampainya disana suasana begitu ramai bahkan ia harus rela mengantri urutan 20 karena memang satu-satunya tempat yang dekat dengan rumahnya. Apalagi sedang pandemi jadi Jordi harus menjaga jarak dengan antrian lainnya sehingga ia harus rela terkena sinar matahari yang sangat terik. Lalu ada seorang ibu yang menyalip antriannya, Ardi berubah sedikit asertif.
"Bu, antri yaaa", tegas Ardi.
"Oh, Mas antri? Kirain enggak", ketus ibu itu.
“Menurut ibu saya lagi berjemur, Nih ibu nggak ngerti apa jaga jarak?”. Ardi bergumam sedikit kesal. Akhirnya ibu itu mengantri di belakangnya, namun karena masih kesal dengan perbuatan ibu tersebut, ia berdoa agar antrian di depan lekas memendek dan bergegas pergi meninggalkan perempuan paruh baya itu.
Suasana berubah menjadi sejuk setelah Ardi membuka pintu tempat tersebut, terdapat satu alat yang sering digunakan orang-orang untuk bertransaksi uang. Ardi mengecek berapa saldo yang ia punya. Sebelum membulatkan tekat untuk mewujudkan cita-citanya, ia sudah mempertimbangkan segala hal yang akan terjadi. Selain itu, untuk mewujudkan impiannya ia tak ingin merepotkan orang tuanya.
“Hmm cukup nih buat modal awal”. Batin Ardi. Ardi berencana bahwa usaha yang ia akan tekuni nanti akan bermodal awal dari uangnya. Ia ambil beberapa beberapa lembaran rupiah untuk membeli bahan dan alat usahanya.
Semua bahan dan alat telah terkumpul, namun Ardi sedikit kebingungan karena tak terlalu pandai dalam merealisasikan usahanya. Ia menelfon sahabatnya, Jordi.
“Jordi, bantu aku bisa nggak hari ini?”, melas Ardi.
“Bantu apa? Mungkin aku bisa kerumahmu malam nanti karena ayah menyuruhku untuk membeli pestisida. Padiku dipenuhi oleh banyak hama -_- ”. Sahut Jordi yang sedikit mencurahkan keluh kesahnya.
“Tolong buatkan beberapa lukisan, tetapi bukan di kanvas melainkan di bulu ayam”. Jawab Ardi.
Jordi pernah memenangkan juara 1 melukis se-nasional waktu SMP dulu, namun dia tak mengembangkannya waktu di SMK. Sehingga bakatnya hanya ia pendam sejak lulus SMP.
“Hah, aku sudah lama tidak memegang kuas, apalagi melukis di bulu ayam. It’s impossible. Tidak bisa aku”. Tukas Jordi. Sedikit perdebatan diantara keduanya hingga akhirnya Jordi mengalah dan memutuskan untuk membantu Ardi.
Malamnya, Jordi datang kerumah Ardi dengan wajah yang sedikit kesal karena sahabatnya memaksa untuk melukis dimana hal ini sangat tidak mungkin untuk dilakukan.
“Modal darimana kamu beli bahan dan alat ini semua?” Jordi ingat betul bahwa peralatan melukisnya dulu itu sangat merogoh kocek yang cukup banyak. Apalagi yang dibeli oleh Ardi sangat lengkap.
“Aku bermodal dari uang tabunganku, aku tak mau merepotkan orang tuaku. Aku ingin membuktikan kepada orang tuaku bahwa walau aku anak tunggal tetapi aku bisa menjadi seseorang yang mandiri dimaan bisa berwirausaha sejak muda seperti ayahku”. Jelas Ardi sambil mengheningkan suasana sekitar.
Jordi mengingat-ingat momen Ardi pernah bercerita kepadanya bahwa orang tuanya pernah mengoloknya karena tidak bisa menjadi anak yang mandiri. Hal ini membuat hati Jordi berdesir, melihat sahabatnya yang begitu gigih dalam meraih cita-citanya. Dia sedikit luluh mendengarkan penjelasan Ardi, dan karena hal itu Jordi mau membantu.
Goresan awal memang tak begitu indah bagi Jordi, karena ia merasa sudah lama tidak berteman dengan kuas-kuas itu. Apalagi media yang digunakan juga rumit. Namun, berbeda dengan Ardi.
“Bagus sekali lukisannya, tak jauh beda seperti kamu melukis di kanvas” Puji Ardi. Namun Jordi menghiraukan pujian itu. Ia terlalu fokus untuk menyelesaikan lukisannya itu.
Beberapa hasil lukisan telah selesai. Setelah benar-benar kering, Ardi beranjak mengambil bingkai kaca yang telah ia beli sebelumnya. Lukisan bulu ayam tersebut ia masukkan didalam bingkai serta diberi beberapa foto yang dijadikannya sebagai objek utama. Ardi berencana akan membuat sebuah bingkai foto yang berisikan foto customer yang diberi bulu ayam yang dilukis sebagai ornamen di dalam bingkai kaca tersebut.
Keesokan harinya, Ardi mengecek platform belanja online apakah ada yang sudah memesan usahanya. Ternyata nihil, namun Ardi tak putus semangat. Ia menambahkan usahanya dibeberapa online shop lainnya. Beberapa hari kemudian, ia masih belum mendapatkan pembeli sama sekali, hingga akhirnya ia menurunkan harga jual yang telah ia tawarkan.
Keesokannya, terdapat 2 pembeli yang tergiur dengan dagangan Ardi. Ardi tampak antusias, ia mencoba untuk mengerahkan kemampuannya agar mendapatkan hasil yang maksimal. Hari demi hari, pembeli mulai bertambah. Namun Ardi sadar bahwa hanya sedikit keuntungan yang ia dapat.
Ia kembali ke ATM Bank, ia melihat saldonya mulai menipis karena keuntungan yang ia dapat sangat sedikit. Namun ia tetap tak ingin meminta uang dari orang tuanya. Sembari menatap layar yang bertuliskan saldonya, ia tiba-tiba teringat ketika seminar dahulu ada salah satu tips yang bisa ia lakukan untuk mendapat modal. Ia bergegas kembali kerumah. Membuka laptopnya dan membaca penelusuran yang pernah ia buka dulu setelah seminar.
I got it, Crowdfunding”. Gumamnya.
Ardi berencana akan mengumpulkan modal via online atau sering disebut crowdfunding. Sistem ini hampir mirip-mirip seperti mencari sponsor atau investor untuk bisnis. Setelah membulatkan tekat, akhirnya Ardi mempromosikan jenis usahanya lewat sebuah situs crowdfunding.
Sembari menunggu pembeli dan mendapatkan modal lebih, Ardi sedikit belajar melukis yang telah diajarkan oleh Jordi. Awalnya memang susah dilakukan olehnya, namun seiring dengan berjalannya waktu tangan Ardi mulai lihai dengan kuasnya.
Kerja keras Ardi membuahkan hasil, situs yang ia gunakan sangat membantu Ardi dalam mendapatkan modal. Beberapa bulan kemudian, Ardi mulai meng-upgrade desain yang ia buat dengan mengubah beberapa ornamen. Harga yang ditawarkan juga bervariasi. Pembeli mulai meningkat tiap harinya, bahkan sehari Ardi tidak tidur sama sekali karena menyelesaikan pesanan pelanggannya.
Tak sampai setahun, Ardi dapat membiayai kehidupannya sendiri tanpa campur tangan oleh orang tuanya. Orang tua Ardi pun ikut senang dan kagum dengan Ardi. Seorang anak tunggal yang masih berumur belasan namun telah menjadi wirausahawan muda.
Membuka usaha sendiri tidak butuh ijazah dan latar belakang pendidikan. Apa yang kamu butuhkan adalah niat dan semangat untuk memulai. Jika tidak punya uang untuk modal menjadi pengusaha sukses, buatlah ide dan kreatifitas untuk modal menjadi Pengusaha Sukses. Banyak cara untuk mendapatkan modal, tergantung niat dan semangatmu. Banyak hal disekitarmu yang bisa digunakan untuk modal. Be aware of the business opportunities around you. Keep your head up, calon pengusaha muda!!